KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang
Maha pengasih lagi Maha penyayang, penyusun panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Etika Profesi
Carding dan Prosedur Penyidikannya”. Makalah ini telah disusun dengan maksimal
dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu penyusun menyampaikan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penyusun menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penyusun menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar penyusun dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata
penyusun berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Bekasi,
20 Mei 2017
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
............................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah
........................................................................................ 2
1.3
Tujuan
penulisan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pelanggaran hukum dalam dunia maya
.............................. 3
2.2 Undang
- Undang dunia maya ( Cyber Law) ............................................ 3
2.3 Definisi
Carding ................................................................. ............................. 4
2.4 JenisJenis Carding .................................................................
........................ 4
2.5 Karakteristik Carding
...................................................................................... 5
2.6 Cara
Mendapatkan Kartu Kredit Secara Ilegal ................... 6
2.7 Modus Carding
................................................................................................ 7
2.8 Penanganan Carding
....................................................................................... 8
2.9 Peranan Cyber Law
......................................................................................... 10
2.10 Prosedur Penyidikan Carding
........................................................................ 12
2.11 Studi Kasus Carding ........................................................................................ 13
BAB II PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
......................................................................................................... 15
3.2 Saran ................................................................................................................... 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Masalah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang cukup pesat sekarang
ini sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan tuntutan masyarakat yang
tidak dapat ditawar lagi. Tujuan utama perkembangan IPTEK adalah perubahan
kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman.
Perkembangan IPTEK, terutama teknologi informasi seperti internet sangat
menunjang setiap orang mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik legal
maupun illegal dengan menghalalkan segala cara karena ingin memperoleh
keuntungan.
Dampak buruk dari
perkembangan “dunia maya” ini tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan masyarakat modern saat ini dan masa depan.
Kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia bisnis
yang revolusioner (digital revolution era) karena dirasakan lebih mudah, murah,
praktis dan dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi lain,
berkembangnya teknologi informasi menimbulkan pula sisi rawan yang gelap sampai
tahap mencemaskan dengan kekhawatiran pada perkembangan tindak pidana di bidang
teknologi informasi yang berhubungan dengan “cybercrime” atau kejahatan
duniamaya.
Masalah kejahatan maya dewasa ini sepatutnya
mendapat perhatian semua pihak secara seksama pada perkembangan teknologi
informasi masa depan, karena kejahatan ini termasuk salah satu kejahatan luar
biasa bahkan dirasakan pula sebagai kejahatan serius dan kejahatan antar negara
yang selalu mengancam kehidupan warga masyarakat, bangsa dan negara berdaulat.
1
Tindak
pidana atau kejahatan ini adalah sisi paling buruk di dalam kehidupan modern
dari masyarakat informasi akibat kemajuan pesat teknologi dengan meningkatnya
peristiwa kejahatan komputer, pornografi, terorisme digital, “perang” informasi sampah, bias informasi, hacker, cracker
dan sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu Carding?
1.2.2 Apa saja karaktetisik Carding?
1.2.3 Undang- undang
apa yang melarang carding?
1.2.4 Bagaimana modus carding dan cara
penanganannya?
1.2.5 Bagaimana Cara Penyidikan Carding?
1.2.6 Apa peranan Cyber Law?
1.3. Tujuan
Penulisan
1.3.1 Agar Pembaca dapat memahami dan mengetahui tentang pelanggaran
hukum yang terjadi di dunia maya saat
ini, dan undang-undang dunia maya(Cyber Law)
1.3.2 Agar Pembaca mengetahui bahaya
dari carding dan beberapa tips upaya pencegahan carding
1.3.3 Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
salah satu tugas pengganti UAS pada mata
kuliahetika profesi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pelanggaran Hukum dalam dunia maya (Cyber Crime)
Munculnya
revolusi teknologi informasi dewasa ini dan masa depan tidak hanya membawa
dampak pada perkembangan teknologi itu sendiri, akan tetapi juga akan
mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama, kebudayaan, sosial, politik,
kehidupan pribadi, masyarakat bahkan bangsa dan negara. Jaringan informasi
global atau internet saat ini telah menjadi salah satu sarana untuk melakukan
kejahatan baik domestik maupun internasional. Internet menjadi medium bagi
pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan dengan sifatnya yang mondial,
internasional dan melampaui batas ataupun kedaulatan suatu negara. Semua ini
menjadi motif dan modus operandi yang amat menarik bagi para penjahat digital.
Cyber crime atau kejahatan dunia maya dapat didefenisikan sebagai perbuatan melawan
hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan
teknologi komputer dan komunikasi.
2.2.Undang -
Undang dunia maya ( Cyber Law)
Harus diakui
bahwa Indonesia belum mengadakan langkah-langkah yang cukup signifikan di bidang
penegakan hukum (law enforcement) dalam upaya mengantisipasi kejahatan
duniamaya seperti dilakukan oleh negara-negara maju di Eropa dan Amerika
Serikat. Kesulitan yang dialami adalah pada perangkat hukum atau undang-undang
teknologi informasi dan telematika yang belum ada sehingga pihak kepolisian
Indonesia masih ragu-ragu dalam bertindak untuk menangkap para pelakunya,
kecuali kejahatan duniamaya yang bermotif pada kejahatan ekonomi/perbankan.
3
Untuk itu
diperlukan suatu perangkat UU yang dapat mengatasi masalah ini seperti yang
sekarang telah adanya perangkat hukum yang satu ini berhasil digolkan, yaitu
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU yang terdiri dari
13 Bab dan 54 Pasal serta Penjelasan ini disahkan setelah melalui Rapat
Paripurna DPR RI Pada Selasa, 25 Maret 2008. Namun sejatinya perjalanan
perangkat hukum yang sangat penting bagi kepastian hukum di dunia maya ini
sebenarnya sudah dimulai 5 tahun yang lalu.
2.3.Definisi
Carding
Carding
adalah suatu aktivitas untuk mendapatkan nomer-nomer kartu kredit orang lain
yang digunakan untuk berbelanja si pelaku secara tidak syah atau illegal.
Carding dapat dikatakan sebuah ungkapan mengenai aktivitas berbelanja secara
maya (lewat komputer) dengan menggunakan berbagai macam alat pembayaran yang
tidak sah. Pada umumnya carding identik dengan transaksi kartu kredit, dan pada
dasarnya kartu kredit yang digunakan bukan milik si carder tersebut akan tetapi
milik orang lain. Apa yang terjadi ketika transaksi carding berlangsung, tentu
saja sistem pembayaran setiap toko atau perusahaan yang menyediakan merchant
pembayaran mengizinkan adanya transaksi tersebut. Seorang carder tinggal
menyetujui dengan cara bagaimana pembayaran tersebut di lakukan apakah dengan
kartu kredit, wire transfer, phone bil atau lain sebagainya.
2.4.JenisJenis Carding
Adapun
jenis-jenis carding adalah sebagai berikut: a. Misus (compromise) of card data,
yaitu berupa penyalahgunaan kartu kredit yang tidak dipresentasikan. b.
Counterfeiting, yaitu pemalsuan kartu kredit. Kartu palsu sudah diubah
sedemikian rupa menyerupai kartu asli. Carding jenis ini dilakukan oleh
perorangan sampai sindikat pemalsu kartu kredit yang memiliki jaringan luas,
dana besar dan didukung oleh keahlian tertentu.
4
Perkembangan
counterfeiting saat ini telah menggunakan software tertentu yang tersedia
secara umum di situs-situs tertentu (creditmaster, credit probe) untuk
menghasilkan nomor-nomor kartu kredit serta dengan menggunakan mesin atau
terminal yang dicuri dan telepon genggam untuk mengecek keabsahan nomor-nomor
tersebut. Selain itu, counterfeiting juga menggunakan skimmimg device yang
berukuran kecil untuk mengkloning data yang tertera di magnetic stripe kartu
kredit asli dan menggunakan peralatan-peralatan untuk 1
http://www.Joecyberteam.com. 48 meng-intercept jaringan telekomunikasi serta
menggunakan terminal implants. c. Wire Tapping, yaitu penyadapan transaksi
kartu kredit melalui jaringan komunikasi. Dengan sistem ini jumlah data yang
didapat sangat banyak, jumlah kerugian yang tinggi dan sampai saat ini belum
ada buktinya di Indonesia. d. Phising, yaitu penyadapan melalui situs website
agar personal data nasabah dapat dicuri. Kasus yang pernah terjadi adalah
pengubahan nama situs www.klikbca.com menjadi www.clikbca.com.
2.5.Karakteristik
Carding
Sebagai salah
satu jenis kejahatan berdimensi baru carding mempunya karakteristik tertentu
dalam pelaksanaan aksinya yaitu :
Ø Minimize of physycal contact (minim kontak langsung)karena dalam modusnya
antara korban dan pelaku tidak pernah melakukan kontak secara fisik karena
peristiwa tersebut terjadi di dunia maya , namun kerugian yang ditimbulkan
adalah nyata. Ada suatu fakta yang menarik dalam kejahatan carding ini dimana
pelaku tidak perlu mencuri secara fisik kartu kredit dari pemilik aslinya tapi
cukup dengan mengetahui nomornya pelaku sudah bisa melakukan aksinya, dan ini
kelak membutuhkan teknik dan aturan hukum yang khusus untuk dapat men jerat
pelakunya.
5
Ø Non violance ( tanpa kekerasan ) tidak melibatkan kontak fisik antara
pelaku dan korban seperti ancaman secara fisik untuk menimbulkan ketakutan
sehinga korban memberikan harta bendanya.Pelaku tidak perlu mencuri kartu
kredit korban tapi cukup dengan mengetahui nomor dari kartu tersebut maka ia
sudah bisa beraksi.
Ø Global karena kejahatan in terjadi lintas negara yang mengabaikan batas
batas geografis dan waktu.
Ø High Tech ,menggunakan peralatan berteknologi serta memanfaatkan sarana /
jaringan informatika dalam hal ini adalah internet
2.6.Cara
Mendapatkan Kartu Kredit Secara Ilegal
Ada beberapa
cara yang digunakan oleh hacker dalam mencuri kartu kredit, antara lain: a.
Paket sniffer, cara ini adalah cara yang paling cepat untuk mendapatkan data
apa saja. Konsep kerjanya cukup memakai program yang dapat melihat atau membuat
logging file dari data yang dikirim oleh website e-commerce (penjualan online)
yang mereka incar. Pada umumnya mereka mengincar website yang tidak dilengkapi
security encryption atau situs yang tidak memiliki security yang bagus.
b. Membuat program spyware,
trojan, worm dan sejenisnya yang berfungsi seperti keylogger (keyboard logger,
program mencatat aktifitas keyboard) dan program ini disebar lewat E-mail
Spamming (taruh file-nya di attachment), MIRC (chatting), messenger (yahoo,
MSN), atau situs-situs tertentu dengan icon atau iming-iming yang menarik
netter untuk mendownload dan membuka file tersebut. Program ini akan mencatat
semua aktivitas komputer anda ke dalam sebuah file, dan akan mengirimnya ke
email hacker. Kadang-kadang program ini dapat dijalankan langsung kalau anda
masuk ke situs yang dibuat hacker atau situs porno.
6
c. Membuat situs phising, yaitu situs sejenis
atau kelihatan sama seperti situs aslinya.
Contoh di Indonesia ketika itu situs “klik bca”
(www.klikbca.com), pernah
mengalami hal yang sama. Situs
tersebut tampilannya sama seperti klikbca, tetapi alamatnya dibuat beberapa
yang berbeda seperti www.clikbca.com, www.kikbca.com, dan lain-lain. Jadi,
kalau netter yang salah ketik, akan nyasar ke situs tersebut.
d. Menjebol situs e-commerce itu langsung dan
mencuri semua data para pelanggannya. Cara ini agak sulit dan perlu pakar
hacker atau hacker yang sudah pengalaman untuk melakukannya. Pada umumnya
mereka memakai metode injection (memasukan script yang dapat dijalankan oleh
situs/server) bagi situs yang memiliki firewall. Ada beberapa cara injection
antara lain 50 yang umum digunakan html injection dan SQL injection. Hal ini
tidak terlalu aman bagi situs yang tidak memiliki security atau firewall.
2.7.Modus
Carding
Ada beberapa tahapan yang umumnya
dilakukan para carder dalam melakukan aksi kejahatannya:
a. Mendapatkan nomor kartu kredit yang bisa dilakukan
dengan berbagai cara antara lain : phising ( membuat situs palsu seperti dalam
kasus situs klik.bca) ,hacking,sniffing, keylogging,worm,chatting dengan merayu
dan tanpa sadar memberikan nomor kartu kredit secara sukarela,berbagi informasi
antara carder, mengunjungi situs yang memang spesial menyediakan nomor nomor
kartu kredit buat carding dan lain lain yang pada intinya adalah untuk
memperoleh nomor kartu kredit.
b.Mengunjungi situs situs online yang banyak
tersedia di internet seperti ebay,amazon untuk kemudian carder mencoba coba
nomor yang dimilikinya untuk mengetahui apakah kartu tersebut masih valid atau
limitnya mencukupi.
7
c.Melakukan transaksi secara online untuk membeli
barang seolah olah carder adalah pemilik asli dari kartu tersebut.
d.Menentukan alamat tujuan atau pengiriman,
sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia dengan tingkat penetrasi pengguna
internet dibawah 10 % namun menurut survei AC Nielsen tahun 2001 menduduki
peringkat ke enam di dunia dan keempat di Asia untuk sumber para pelaku
kejahatan carding. Hingga akhirnya Indonesia di black list oleh banyak situs
situs online sebagai negara tujuan pengiriman oleh karena itu para carder asal
Indonesia yang banyak tersebar di Jogja,Bali,Banding dan Jakarta umumnya
menggunakan alamat di Singapura atau Malaysia sebagai alamat antara dimana di
negara tersebut mereka sudah mempunyai rekanan.
2.8. Penanganan
Carding
Menyadari bahwa
carding sebagai salah satu jenis cyber crime sudah termasuk kejahatan yang
meresahkan apalagi mengingat Indonesia dikenal sebagai surga bagi para carder
maka Polri menyikapinya dengan membentuk suatu satuan khusus di tingkat Mabes
Polri yang dinamakan Direktorat Cyber Crime yang diawaki oleh personil terlatih
untuk menangani kasus kasus semacam ini , tidak hanya dalam teknik penyelidikan
dan penyidikan tapi juga mereka menguasai teknik khusus untuk pengamanan dan
penyitaan bukti bukti secara elektronik. Mengingat dana yang terbatas karena
mahalnya peralatan dan biaya pelatihan personil maka apabila terjadi kejahatan
di daerah maka Mabes Polri akan menurunkan tim ke daerah untuk memberikan
asistensi.
Sebelum
lahirnya UU NO. 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika ( ITE ) maka mau
tidak mau Polri harus menggunakan pasal pasal di dalam KUHP seperti pasal
pencurian ,pemalsuan dan penggelapan untuk menjerat para carder dan ini jelas
menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembuktiannya karena mengingat
karakteristik dari cyber crime sebagaimana telah disebutkan diatas yang terjadi
secara non fisik dan lintas negara.
8
Dengan lahirnya
UU ITE khusus tentang carding dapat dijerat dengan menggunakan pasal 31 ayat 1
dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena dalam salah satu langkah untuk
mendapatkan nomor kartu kredit carder sering melakukan hacking ke situs situs
resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk menembus sistem pengamannya dan
mencuri nomor nomor kartu tersebut.
Secara detil dapat isi pasal
tersebut yang menertangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum
menurut UU ITE berupa illegal access :
v
Pasal 31 ayat 1 ,” Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan
atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik secara tertentu
milik orang lain “
v
Pasal 31 ayat 2 ,” Setiap orang
dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau dokumen
elektronik yang tidak bersidat publik dari,ke,dan di dalam suatu komputer dan
atau sistem elektronik tertentu milik orang lain , baik yang tidak menyebabkan
perubahan,penghilangan dan atau penghentian informasi elektronik dan atau dokumen
elektronik yang ditransmisikan”.
Lahirnya undang -undang ini dapat dipandang sebgai langkah awal
pemerintah dalam menangani cyber crime, walaupun masih menuai kritik dari
beberapa pengamat karena belum menyatakan secara khusus tentang pornografi,
pencemaran nama baik dan tentang kekayaan intelektual namun dapat dianggap
sebagai umbrella provision atau payung utama pencegahan.Untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan hukum
pidana nasional
beserta hukum
acaranya yang diselaraskan dengan Konvensi Internasional yang terkait dengan
kejahatan tersebut.
9
2.9. Peranan
Cyber Law
Cyber Lawadalah
aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya
meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek
hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada
saat mulai "online" dan memasuki dunia cyber atau maya. Pada negara
yang telah maju dalam penggunaan internet sebagai alat untuk memfasilitasi
setiap aspek kehidupan mereka, perkembangan hukum dunia maya sudah sangat maju.
Sebagai kiblat dari perkembangan aspek hukum ini, Amerika Serikat merupakan
negara yang telah memiliki banyak perangkat hukum yang mengatur dan menentukan
perkembangan Cyber Law.
Untuk dapat
memahami sejauh mana perkembangan Cyber Law di Indonesia maka kita akan
membahas secara ringkas tentang landasan fundamental yang ada didalam aspek
yuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai sebuah rezim hukum khusus,
dimana terdapat komponen utama yang menliputi persoalan yang ada dalam dunia
maya tersebut,yaitu
Ø Pertama, tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini
menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di
dalam dunia maya itu
Ø Kedua, tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan
kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang
menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online
dan penyedia jasa internet (internetprovider), serta tanggung jawab hukum bagi
penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet
Ø Ketiga, tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang
patent, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber
Ø Keempat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang
berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan
atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa
yang mereka lakukan.
10
Ø Kelima, tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna
internet
Ø Keenam, tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan
dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai
dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi.
Ø
Ketujuh,
tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internetsebagai bagian dari
perdagangan atau bisnis usaha. Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas maka
kita akan dapat melakukan penilaian untuk menjustifikasi sejauh mana
perkembangan dari hukum yang mengatur sistem dan mekanisme internet di
Indonesia. Perkembangan internet di Indonesia mengalami percepatan yang sangat
tinggi serta memiliki jumlah pelanggan atau pihak pengguna jaringan
internet yang terus meningka tsejak paruh tahun 90'an. Salah satu indikator
untuk melihat bagaimana aplikasi hukum
tentang internet diperlukan di Indonesia adalah dengan melihat banyaknya
perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna jasa internet di Indonesia.
Perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa provider di Indonesia sadar atau
tidak merupakan pihak yang berperanan sangat penting dalam memajukan
perkembangan cyber law di Indonesia dimana fungsi-fungsi yang mereka lakukan
seperti :
·
Perjanjian
aplikasi rekening pelanggan internet;
·
Perjanjian
pembuatan desain home page komersial;
·
Perjanjian
reseller penempatan data-data di internet server;
·
Penawaran-penawaran
penjualan produk-produk komersial melalui internet;
·
Pemberian
informasi yang di update setiap hari oleh home page komersial;
·
Pemberian
pendapat atau polling online melalui internet. Merupakan faktor dan tindakan
yang dapat digolongkan sebagai tindakan yang berhubungan dengan aplikasi hukum
tentang cyber di Indonesia. Oleh sebab itu ada baiknya didalam perkembangan
selanjutnya agar setiap pemberi jasa atau pengguna internet dapat terjamin maka
hukum tentang internet perlu dikembangkan serta dikajis ebagai sebuah hukum
yang memiliki displin tersendiri di Indonesia.
11
Secara akademis, terminologi ”cyber law” tampaknya belum menjadi
terminologi yang sepenuhnya dapat diterima.
Hal ini terbukti dengan dipakainya terminologi lain untuk tujuan yang sama
seperti The law of the Inlernet, Law and the InformationSuperhighway,
Information Technology Law, The Law of Information, dan sebagainya. Di
Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati atau paling
tidak hanya sekedar terjemahan atas terminologi ”cyber law”.
Sampai saat ini
ada beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari
”cyber law”, misalnya, Hukum SistemInformasi,
Hukum Informasi, dan HukumTelematika (Telekomunikasi dan Informatika).Bagi
penulis, istilah (Indonesia) manapun yang akan dipakai tidak menjadi
persoalan.Yang penting, di dalamnya memuat atau membicarakan mengenai aspek-aspek
hukum yang berkaitan dengan aktivitas manusia di Internet. Oleh karena itu
dapat dipahami apabila sampai saat ini di kalangan peminat dan pemerhati
masalah hukum yangberikaitan dengan Internet di Indonesia masih menggunakan
istilah ”cyber law”.
Sebagaimana dikemukakan di atas, lahirnya
pemikiran untuk membentuk satu aturan hukum yang dapat merespon
persoalan-persoalan hukum yang muncul akibat dari pemanfaatan Internet terutama
disebabkan oleh sistem hukum tradisional yang tidak sepenuhnya mampu merespon
persoalan-persoalan tersebut dan karakteristik dari Internet itu sendiri. Hal
ini pada gilirannya akan melemahkan atau bahkan mengusangkan konsep konsep
hukum yang sudah mapan seperti kedaulatan dan yurisdiksi. Kedua konsep ini
berada pada posisi yang dilematis ketika harus berhadapan dengan kenyataan
bahwa parapelaku yang terlibat dalam pemanfaatan Internet tidak lagi tunduk
pada batasan kewarganegaraan dan kedaulatan suatu negara.
2.10. Prosedur Penyidikan Carding
Mengingat kasus
kejahatan carding biasanya terjadi secara lintas negara, maka untuk kejahatan
yang sifatnya Transaksional, biasanya Biro Pusat Nasional (National Central
Bureau)/NCB Interpol-Indonesia akan menerima laporan atas adanya kejahatan
carding tersebut dari negara lain, atas laporan dari warga negaranya yang
menjadi korbaarding tersebut.
12
Selanjutnya,
NCB – Interpol Indonesia dapat
mendelegasikannya kepada Unit Cybercrime / satuan dari Kepolisian RI yang
ditunjuk. Setelah itu, jika dimungkinkan, NCB Indonesia akan melakukan kerja
sama internasional dengan NCB - negara di mana korban carding tersebut berada, dan
melakukan penyelidikan untuk menentukan dapat / tidaknya dilakukan penyidikan
atas dugaan kejahatan carding tersebut.
Petugas setelah
menerima informasi atau laporan dari Interpol atau merchant yang dirugikan akan
melakukan koordinasi dengan pihak shipping untuk melakukan pengiriman barang.
Permasalahan yang ada dalam kasus seperti ini adalah laporan yang masuk terjadi
setelah pembayaran barang ternyata ditolak oleh bank dan barang sudah diterima
oleh pelaku, disamping adanya kerjasama antara carder dengan karyawan shipping
sehingga apabila polisi melakukan koordinasi, informasi tersebut akan bocor dan
pelaku tidak dapat ditangkap sebab identitas yang biasanya dicantumkan adalah
palsu.
Dalam
penangkapan tersangka sering kali kita tidak dapat menentukan secara pasti
siapa pelakunya karena mereka melakukannya cukup melalui komputer yang dapat
dilakukan dimana saja tanpa ada yang mengetahuinya sehingga tidak ada saksi
yang mengetahui secara langsung. Hasil pelacakan paling jauh hanya dapat
menemukan IP Address dari pelaku dan komputer yang digunakan. Hal itu akan
semakin sulit apabila menggunakan warnet sebab saat ini masih jarang sekali
warnet yang melakukan registrasi terhadap pengguna jasa mereka sehingga kita
tidak dapat mengetahui siapa yang menggunakan komputer tersebut pada saat
terjadi tindak pidana.
2.11.Studi Kasus Carding
Pada 08 Agustus
2015 kasus pembobolan kartu kredit yang dilakukan anak smp di pemalang, jawa
tengah, membobol akun kartu kredit milik Fananda Widyabirata. Bocah berinisial
D menggunakan kartu kredit Fananda untuk membeli topi di sebuah toko online.
Pada awalnya fananda tak menyadari pembobolan kartu kredit dia, namun
belakangan dia menyadari hal tersebut, setelah mendapat SMS notifikasi dari
toko online.
13
Toko online itu menginformasikan pembelian
dengan menggunakan kartu kreditnya , 5 agustus 2015 pukul 22.17 dengan total
nilai transaksi Rp.102.800,00
Menurut dari
keterangan Fananda "Sms Notifikasi memang dari Lazada, Tapi setelah subuh
, saya menghubungi ke card center dan ternyata ada 4 Transaksi, 2 transaksi
yang dilakukan di merchant Lazada dan sukses order, 2 ke merchant Zalora yang
satu sukses paid Rp.278.000, tetapi satu lagi gagal merchant. Tersangka
melakukan transaksi antara pukul 22.03 sampai pukul 22.10 waktu setempat pada
tanggal 5 Agustus 2015. Kalau dari pihak Lazada saya masih
menunggu konfirmasi “Korban menjebak D
setelah adanya verifikasi data dari pihak zalora dengan menanyakan tentang
keaslian data korban .
14
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Perkembangan
teknologi informasi (TI) dan khususnya juga Internet ternyata tak hanya
mengubah cara bagaimana seseorang berkomunikasi, mengelola data dan informasi,
melainkan lebih jauh dari itu mengubah bagaimana seseorang melakukan bisnis.
Banyak kegiatan bisnis yang sebelumnya tak terpikirkan, kini dapat dilakukan
dengan mudah dan cepat dengan model-model bisnis yang sama sekali baru. Begitu
juga, banyak kegiatan lainnya yang dilakukan hanya dalam lingkup terbatas kini
dapat dilakukan dalam cakupan yang sangat luas, bahkan mendunia.
Di sisi lain,
perkembangan TI dan Internet ini, juga telah sangat mempengaruhi hampir semua
bisnis di dunia untuk terlibat dalam implementasi dan menerapkan berbagai
aplikasi. Banyak manfaat dan keuntungan yang bisa diraih kalangan bisnis dalam
kaitan ini, baik dalam konteks internal (meningkatkan efisiensi dan efektivitas
organisasi), dan eksternal (meningkatkan komunikasi data dan informasi antar
berbagai perusahaan pemasok, pabrikan, distributor) dan lain sebagainya. Namun,
terkait dengan semua perkembangan tersebut, yang juga harus menjadi perhatian
adalah bagaimana hal-hal baru tersebut, misalnya dalam kepastian dan keabsahan
transaksi, keamanan komunikasi data dan informasi, dan semua yang terkait
dengankegiatan bisnis, dapat terlindungi dengan baik karena adanya kepastian
hukum. Mengapa diperlukan kepastian hukum yang lebih kondusif, meski boleh
dikata sama sekali baru,karena perangkat hukum yang ada tidak cukup memadai
untuk menaungi semuaperubahan dan perkembangan yang ada.
15
Masalah hukum
yang dikenal dengan Cyberlaw ini tak hanya terkait dengan keamanan dan
kepastian transaksi, juga keamanan dan kepastian berinvestasi. Karena,
diharapkan dengan adanya pertangkat hukum yang relevan dan kondusif, kegiatan
bisnis akan dapat berjalan dengan kepastian hukum yang memungkinkan menjerat
semua fraud atau tindakan kejahatan dalam kegiatan bisnis, maupun yang terkait
dengan kegiatan pemerintah.
Banyak terjadi
tindak kejahatan Internet (seperti carding), tetapi yang secara nyata hanya beberapa
kasus saja yang sampai ke tingkat pengadilan. Hal ini dikarenakan hakim sendiri
belum menerima bukti-bukti elektronik sebagai barang bukti yang sah, seperti
digital signature. Dengan demikian cyberlaw bukan saja keharusan melainkan
sudah merupakan kebutuhan, baik untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang
ini, dengan semakin banyak terjadinya kegiatan cybercrime maupun tuntutan
komunikasi perdagangan manca negara ke depan.
Karenanya,
Indonesia sebagai negara yang juga terkait dengan perkembangan dan perubahan
itu, memang dituntut untuk merumuskan perangkat hukum yang mampu mendukung
kegiatan bisnis secara lebih luas, termasuk yang dilakukan dalam dunia virtual,
dengan tanpa mengabaikan yang selama ini sudah berjalan. Karena, perangkat
hukum yang ada saat ini ditambah cyberlaw, akan semakin melengkapi perangkat
hukum yang dimiliki. Inisiatif ini sangat perlu dan mendesak dilakukan, seiring
dengan semakin berkembangnya pola-pola bisnis baru tersebut.Sejak Maret 2003
lalu Kantor Menteri Negara Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) mulai
menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Informasi Elektronik danTransaksi
Elektronik (IETE) - yang semula bernama Informasi, Komunikasi danTransaksi
Elektronik (IKTE).
Hal tersebut
seharusnya memang diantisipasi sejak awal, karena eksistensi TI dengan
perkembangannya yang sangat pesat telah melahirkan kecemasan-kecemasan baru
seiring maraknya kejahatan di dunia cyber yang semakin canggih. Lebih dari itu,
TI yang tidak mengenal batas-batas teritorial dan beroperasi secara maya juga
menuntut pemerintah mengantisipasi aktivitas-aktivitas baru yang harus diatur
oleh hukum yang berlaku, terutama memasuki pasar bebas.
16
3.2.Saran
Para pengguna teknologi dan informasi sebaiknya lebih hati-hati dalam
melakuksn komunikasi dengan orang yang tidak di kenal dan jangan mudah
mempercayai orang atau lembaga yang baru dikenal lewat internet.
Perlu adanya
tindakan hukum yang tegas dan aparat penegak hukum agar dapat menimbulkan efek
jera kepada pelaku tindakan cyber crime.
Diadakannya
pemberitahuan untuk masyarakat umum tentang kejahatan duni8a maya agar
masyarakat biar lebih berhati – hati dan diberitahukan hukuman atau tindak
pidana yang dapat ditimbulkan apabila melakukan tindak kejahatan melalui
internet.
17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar