Marhabaan
bikum fi shahr ramadhan yubarik lana nahw
shahr ramadhan..
Allahumma Balighna Ramadhan...
Pesiapan Malam
Laitul Qadar di bulan suci Ramadhan
Mengenai pengertian lailatul qadar,
para ulama ada beberapa versi pendapat. Ada yang mengatakan bahwa malam
lailatul qadr adalah malam kemuliaan. Ada pula yang mengatakan bahwa lailatul
qadar adalah malam yang penuh sesak karena ketika itu banyak malaikat turun ke
dunia. Ada pula yang mengatakan bahwa malam tersebut adalah malam penetapan
takdir. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar dinamakan
demikian karena pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan
turun malaikat yang mulia.[1] Semua makna lailatul qadar yang sudah
disebutkan ini adalah benar.
Keutamaan Lailatul Qadar
Pertama, lailatul
qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala
berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا
مُنْذِرِينَ , فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu
malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada
malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan:
3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar
sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada
malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat
selanjutnya,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ , تَنَزَّلُ
الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ , سَلَامٌ
هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada
malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya
untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit
fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5). Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan
turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga.[2] Malaikat akan turun membawa kebaikan dan
keberkahan sampai terbitnya waktu fajar.[3]
Kedua, lailatul
qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul
qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.”[4] Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah
shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000
bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.[5]
Ketiga,
menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat akan mendapatkan pengampunan
dosa. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul
qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah
lalu akan diampuni.”[6]
Kapan Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di
bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ
رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari
bulan Ramadhan.”[7]
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih
memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ
الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh
malam terakhir di bulan Ramadhan.”[8]
Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar
Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama
dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang
ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada
malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya
berpindah-pindah dari tahun ke tahun[9]. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada
malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi
pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala.
Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى
خَامِسَةٍ تَبْقَى
“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari
bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”[10] Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah
menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar
orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah
ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan
bermalas-malasan.[11]
Do’a di Malam Qadar
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul
qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau
radhiyallahu ‘anha berkata,
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ
لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ
إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
”Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika
aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di
dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul
‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai
permintaan maaf, maafkanlah aku).”[12]
Tanda Malam Qadar
Pertama, udara
dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً
وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan
kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari
bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.”[13]
Kedua, malaikat
turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut
dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari
yang lain.
Ketiga, manusia
dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian
sahabat.
Keempat, matahari
akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Ubay
bin Ka’ab, ia berkata,
هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ
شُعَاعَ لَهَا.
“Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua
puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah, pada pagi harinya
matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot. [14]”[15]
Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam
Lailatul Qadar?
Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa
yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh
kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya
setiap muslim mengecamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فِيهِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ
حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih
baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di
dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan.”[16]
Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat
beribadah ketika itu dengan dasar iman dan tamak akan pahala melimpah di sisi
Allah. Seharusnya dia dapat mencontoh Nabinya yang giat ibadah pada sepuluh
hari terakhir bulan Ramadhan. ‘Aisyah menceritakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى
الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat
bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi
kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.”[17]
Seharusnya setiap muslim dapat memperbanyak ibadahnya ketika
itu, menjauhi istri-istrinya dari berjima’ dan membangunkan keluarga untuk
melakukan ketaatan pada malam tersebut. ‘Aisyah mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا دَخَلَ
الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki
sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk
menjauhi para istri beliau dari berjima’[18]), menghidupkan malam-malam tersebut dan
membangunkan keluarganya.”[19]
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika
memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari
dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan
anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu.[20]
Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan malam lailatul
qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh
malam. Bahkan Imam Asy Syafi’i dalam pendapat yang dulu mengatakan,
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat Isya’ dan shalat Shubuh di malam qadar,
maka ia berarti telah dinilai menghidupkan malam tersebut”.[21] Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan
hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an.[22] Namun amalan shalat lebih utama dari amalan
lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa
melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala
dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[23]
Bagaimana Wanita Haidh Menghidupkan Malam Lailatul
Qadar?
Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada
Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang
yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berdzikir), apakah mereka bisa
mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka
tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan
mendapatkan bagian malam tersebut.”[24]
Dari riwayat ini menunjukkan bahwa wanita haidh, nifas dan
musafir tetap bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Namun karena wanita haidh
dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat ketika kondisi seperti itu, maka dia
boleh melakukan amalan ketaatan lainnya. Yang dapat wanita haidh lakukan ketika
itu adalah,
1.
Membaca Al Qur’an tanpa menyentuh
mushaf.[25]
2.
Berdzikir dengan memperbanyak bacaan
tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan
dzikir lainnya.
3.
Memperbanyak istighfar.
4.
Memperbanyak do’a.[26]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar